Kamis, 18 Juni 2015

Pengalaman Mendaki Gunung (Bagian 2)

Bagi teman-teman yang memiliki hobi mendaki gunung, tentu memiliki banyak cerita dan pengalaman masing-masing saat melakukan pendakian gunung. Baik itu cerita atau pengalaman yang menyedihkan, mengesalkan dan menjengkelkan atau yang menyenangkan dan menggembirakan.

Walaupun mendaki gunung bukan termasuk hobi saya, namun sesekali saya bersama beberapa orang teman melakukan kegiatan mendaki gunung ini. Biasanya kami lakukan pada saat waktu libur kuliah, dan gunung yang akan kami daki tidak terlalu jauh lokasinya, masih berada di dalam kawasan propinsi Jawa Timur.

Sebelumnya saya bercerita pengalaman saya ketika tersesat saat mendaki gunung ( baca : tersesat di gunung ), dan kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya yang lain saat melakukan pendakian gunung Argopuro di Probolinggo bersama dengan teman-teman kuliahku.

lakukan persiapan yang baik sebelum mendaki gunung

Saya dan teman-teman bukanlah anggota Pencinta Alam yang biasanya terdapat pada kampus-kampus atau sekaolah-sekolah. Kami mendaki gunung saat kami ingin melakukannya, seperti biasanya kami melakukan persiapan sebelum melakukan pendakian gunung Argopuro ini. Namun, tidak seperti pendaki lain yang sudah berpengalaman, persiapan bekal kami hanyalah mie bungkus, tanpa ada yang lain.

Selama beberapa hari mendaki gunung Argopuro yang terletak di Probolinggo, kami hanya makan mie bungkus yang sudah kami bawa, sehingga sehari setelah turun dari puncak gunung, kami semua merasa sangat bosan karena hanya makan mie bungkus selama beberapa hari. 

Salah seorang temanku mengusulkan agar salah satu dari kami untuk melakukan perjalanan cepat turun ke desa terakhir dan membeli makanan yang sebenarnya, bukan hanya mie bungkus. Setelah kami berunding, salah seorang teman mengajukan diri untuk melakukan hal itu, karena dia masih merasa cukup kuat.

Agak lama kami menunggu teman kami yang turun ke desa terakhir untuk membeli makanan tersebut, setelah cukup lama akhirnya teman saya tersebut datang dengan membawa beberapa bungkus nasi. Rupanya dia mengalami kesulitan saat hendak membeli nasi di terakhir yang ada di kaki gunung. 

Penduduk desa tersebut kebanyakan adalah orang Madura yang masih jarang fasih menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan temanku adalah orang Lombok yang tidak mengerti sama sekali bahasa Madura. Awalnya temanku dan penjual nasi saling berbicara dengan bahasa isyarat, namun tidak lama kemudian ada seorang anak yang baru pulang sekolah, dengan bantuan anak sekolah tersebut sebagai penterjemah, akhirnya komunikasi antara temanku dan penjual nasi tersebut bisa berjalan lancar.

Dari pengalaman ini, saya dapat mengambil beberapa pelajaran diantaranya adalah :
  • Lakukan persiapan yang matang sebelum mendaki gunung, baik persiapan alat dan peralatan, perbekalan, dan juga persiapan mental dan badan.
  • Kebanyakan penduduk desa yang tinggal di kaki gunung merupakan penduduk yang masih agak tertinggal, namun mereka sangat ramah terhadap semua pendatang yang melewati desa mereka, jadi berusahalah untuk bersikap baik terhadap mereka, tentu mereka akan lebih ramah kepada kita.
  • Persiapan perbekalan saat hendaki gunung sangat perlu, persiapkan bekal makanan yang baik dan cukup, sesuai dengan perkiraan waktu dan lama perjalanan. Jangan sampai kehabisan bekal dalam perjalanan karena hal ini tentu akan sangat merepotkan dan kemungkinan bisa berakibat fatal.

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat berlibur dan berwisata, silahkan tinggalkan komentar untuk kenang-kenangan....